Babak Baru Indonesia dan Australia, Indonesia Juga Sadap Australia
Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA
- Maling teriak maling, petitih tersebut tampak cocok mengiaskan sikap
pemerintah Indonesia saat merespons terbongkarnya skandal penyadapan
intelijen yang dilakukan Australia.
Betapa tidak, saat pejabat
negara, akademisi, maupun para pengamat asyik melontarkan kritik serta
kecaman terhadap intelijen negeri jiran tersebut, ternyata ada cerita
lain yang serupa: Indonesia lebih dulu menyadap Australia.
Adalah
Jenderal (purn) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono, mantan Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) era Presiden Megawati Soekarnoputri, yang
mengumbar plot cerita tersebut.
Kepada satu media massa kenamaan
di Australia, Herald Sun, AM Hendropriyono mengakui Indonesia pernah
menyadap percakapan para petinggi pemerintahan Australia saat terjadi
krisis Timor Leste, tahun 1999 sampai 2004 silam.
Karenanya, ia menilai Indonesia tak perlu munafik atau marah berlebihan menanggapi skandal penyadapan Australia tersebut.
"(Saat
itu), kami ingin mengetahui apa yang sebenarnya dibicarakan (petinggi
Australia) tentang kami (Indonesia)," tutur Hendropriyono seperti yang
dikutip Tribunnews.com dari artikel "Indonesia Spied on Australia in
2004, Says Ex-intelligence Chief", Herlad Sun edisi Selasa (19/11/2013).
"Kita
bisa mengatakan ini adalah 'rahasia umum.' Maksud saya, (aktivitas) ini
rahasia tapi semua orang mengetahuinya," tambahnya.
Kala itu,
tutur Hendro, intelijen Indonesia menyadap komunikasi sipil serta
militer Australia. Tak hanya itu, Indonesia juga mengadap telepon masuk
maupun yang keluar dari alat komunikasi sejumlah politikus Australia.
Terutama politikus yang gencar mendukung Timor Leste.
Gagal Rekrut Agen Ganda
Tak
hanya mengakui Indonesia pernah melakukan penyadapan intelejen,
Hendropriyono bahkan menuturkan ada upaya intelijen Indonesia yang gagal
untuk mengorek lebih banyak informasi rahasia pemerintah Australia.
Saat
itu, BIN tak mampu merekrut pejabat Australia agar mau bekerja sebagai
"asset" (sebutan khas untuk seorang informan dalam dunia intelijen) bagi
Indonesia.
Selain itu, BIN juga gagal merekrut intel Australia
supaya mau menjadi 'agen ganda' guna memberikan informasi bersifat
rahasia kepada Indonesia. "Hampir (bisa merekrut), tapi tak bisa,"
tukas Hendropriyono.
Namun, Hendro menuturkan segala aktivitas
penyadapan Indonesia terhadap Australia itu akhirnya dihentikan setelah
kedua negara menghadapi "musuh utama" secara global: terorisme.
0 komentar:
Posting Komentar